Di Tengah Perjalanan Besar Upaya Konservasi Badak Jawa, Kita Kehilangan Musofa

Badak jawa kini hanya tersisa di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) dengan kondisi kurang dari 100 individu dan dihadapkan pada beberapa ancaman seperti aktivitas ilegal, wabah penyakit, tanaman invasif yang mengganggu habitat, hingga rendahnya variasi genetik dimana kini hanya tersisa dua garis keturunan/haplotype yang memperbesar terjadinya perkawinan sedarah (inbreeding).

 

Ketika semua ancaman ini dibiarkan, maka itu berarti kita membiarkan mereka menuju kepunahan secara perlahan. Untuk menyelamatkan badak jawa dari risiko kepunahan, diperlukan:

* Variasi genetik yang lebih kuat.
* Populasi yang lebih aman dan terkelola.
* Habitat cadangan dalam kawasan konservasi.

Maka, program translokasi (pemindahan) dari habitat alami ke fasilitas semi in-situ yang masih berada di kawasan TNUK menjadi bagian dari strategi jangka panjang dalam upaya menjaga masa depan spesies langka ini.

 

Program translokasi badak jawa yang diberi nama “Operasi Merah Putih,” kemudian dilakukan setelah melalui proses persiapan yang panjang dan melibatkan para ahli di bidang terkait. Operasi Merah Putih merupakan bagian dari upaya strategis Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Kehutanan – Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Balai Taman Nasional Ujung Kulon, bersama Tentara Nasional Indonesia (TNI), Yayasan Badak Indonesia (YABI), Taman Safari Indonesia (TSI), Tim Ahli, Tim Dokter Hewan, serta berbagai mitra konservasi, dalam memastikan keberlanjutan populasi badak jawa di habitat yang aman dan terkendali.

Akhirnya, untuk pertama kalinya dalam sejarah konservasi di TNUK, satu individu badak jawa bernama “Musofa” berhasil dipindahkan ke Javan Rhino Study and Conservation Area URSCA) yang masih berupakan bagian dari kawasan TNUK. Musofa melalui proses translokasi sejak berhasil masuk pit-trap pada tanggal 3 November 2025 pukul 20.15 WIB.

Setelah melewati perjalanan bersama kandang angkutnya yang melintasi laut menggunakan Ranpur Kapa K-61 Marinir TNI dan perjalanan darat, Musofa tiba di kandang rawat JRSCA pada tanggal 5 November 2025 pukul 18.20 WIB dengan kondisi stabil dan menunjukkan respons adaptasi yang baik. Tim medis yang terdiri dari dokter hewan dan keeper badak memberikan observasi ketat dan penanganan kesehatan Musofa sejak hari pertama.

 

Malam tanggal 5 November 2025 menjadi awal fase adaptasi yang sangat penting di mana setiap gerak Musofa dipantau dengan cermat oleh tim medis yang bekerja dalam sistem shift delapan jam di area kandang perawatan, memastikan pemantauan 24 jam tanpa putus. Selain berjaga secara langsung di area kandang perawatan, Musofa juga dipantau secara jarak jauh melaui CCTV yang terpasang di kandang perawatan.

 

Pada fase adaptasi ini Musofa menunjukkan respons yang baik terhadap kehadiran tim yang bertugas. Berdasarkan pemantauan, tanda vital dan kondisi fisiknya berada dalam kategori stabil, tanpa ditemukan luka serius. Musofa juga memperlihatkan perilaku fisiologis penting seperti urinasi dan defekasi, yang menandakan fungsi tubuhnya berjalan normal selama proses penyesuaian. Selain itu, berat tubuh Musofa diperkirakan mencapai sekitar 1,2 ton (1.200 kg).

 

Rencananya, setelah melewati fase di kandang rawat, Musofa akan digiring ke area yang lebih luas berupa hutan seluas 2 x 10 hektar dengan sistem keamanan yang memastikan Musofa tetap terpantau oleh tim. Sistem ini nantinya memastikan Musofa tetap dapat melakukan perilaku alaminya seperti berkubang dan menjelajah hutan.

 

Namun, pada tanggal 7 November 2025 pukul 13.00 WIB, Musofa mengalami penurunan kondisi klinis. Tim medis pun segera memberikan penanganan darurat sesuai standar penyelamatan satwa liar. Sayangnya setelah semua usaha kami curahkan untuk menyelamatkan Musofa, kami harus menyatakan bahwa Musofa tidak dapat diselamatkan pada sore hari yang sama. Di tengah perjalanan besar untuk menyelamatkan masa depan spesies badak jawa, kita kehilangan Musofa. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi kita semua, terutama tim di lapangan yang melewati setiap proses translokasi bersama Musofa.

 

Nekropsi kemudian dilakukan oleh tim patologi Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis (SKHB) IPB University untuk memastikan penyebab kematian Musofa.
Pemeriksaan menunjukkan adanya penyakit kronis yang sudah berlangsung lama pada lambung, usus, dan otak, infeksi parasit dalam jumlah signifikan, serta tanda degenerasi jaringan. Ditemukan pula luka lama akibat perkelahian di alam, yang menjadi faktor tambahan, namun bukan penyebab utama.

 

Walau hati kami diliputi duka mendalam atas kepergian Musofa, tapi kami sadar, ini merupakan bagian dari risiko nyata bekerja dengan satwa liar. Namun, kepergian Musofa membuka banyak pelajaran penting untuk kami dapat mengambil langkah strategis selanjutnya terhadap upaya konservasi badak jawa, seperti:
1. Penguatan deteksi dini penyakit dan parasit untuk spesies badak jawa.
2. Pengelolaan habitat alami yang terkontrol yang menentukan kesehatan populasi.
3. Peningkatan standar pengelolaan kesehatan badak jawa.
Dengan semua pelajaran ini, Musofa tetap menjadi bagian penting dalam upaya konservasi badak jawa yang tengah dilakukan.

 

Usai melakukan nekropsi, bagian tubuh penting Musofa seperti kerangka, kulit, cula, dan materi genetik kami simpan di IPB University. Walau sudah tidak bernyawa, tetapi tubuh Musofa kini menjadi kunci untuk riset dan konservasi spesiesnya di masa depan. Ini merupakan hal yang sangat berharga bagi kita semua dalam memastikan badak jawa lestari hingga anak cucu kita nanti.

 

Selamat jalan, Musofa. Kami berduka, tapi tetap optimis. Setiap pelajaran dari proses yang kami lalui bersama Musofa merupakan pembelajaran penting. Walau kesedihan menyelimuti, namun keseluruhan proses ini membawa kita selangkah lebih dekat untuk menyelamatkan populasi badak jawa yang kini hanya ada di Indonesia. Jika kamu peduli pada masa depan “Musofa” lainnya di Taman Nasional Ujung Kulon, dukunganmu, sekecil apapun itu, akan membantu untuk menyelamatkan badak jawa dari kepunahan. Kita harus memastikan badak jawa tidak akan dibiarkan pergi tanpa kita perjuangkan.

 

Yayasan Badak Indonesia (YABI) menyampaikan terima kasih dan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada Taman Safari Indonesia dan Wilhelma Zoo (Jerman) atas dukungan nyata dan kontribusinya dalam mendukung program konservasi badak jawa ini. Dukungan tersebut menjadi bagian penting dalam menjaga keberlangsungan upaya pelestarian salah satu spesies paling langka di dunia. Salam lestari!

 

———————————————-

 

In the Midst of a Major Effort to Save the Javan Rhino, We Lost Musofa

 

The Javan rhinoceros now survives only in Ujung Kulon National Park (UKNP), with fewer than 100 individuals remaining. The species faces multiple threats, including illegal activities, disease outbreaks, invasive plants that disrupt their habitat, and extremely low genetic diversity—now left with only two surviving genetic lineages/haplotypes, increasing the risk of inbreeding.

 

If these threats are left unaddressed, it means allowing the species to move slowly toward extinction. To save the Javan rhino from this risk, we urgently need:
•Stronger genetic diversity.
•A safer and better-managed population.
•A designated backup habitat within conservation areas.

 

Therefore, a translocation program—moving rhinos from their natural habitat into a semi–in situ facility within UKNP—became an essential part of the long-term strategy to secure the future of this critically endangered species. The Javan rhino translocation program, named “Operasi Merah Putih,” was carried out after extensive preparation and the involvement of experts across disciplines. Operasi Merah Putih is a strategic initiative of the Government of the Republic of Indonesia through the Ministry of Environment and Forestry – Directorate General of Natural Resources and Ecosystem Conservation (KSDAE), Ujung Kulon National Park Authority, the Indonesian National Armed Forces (TNI), Yayasan Badak Indonesia (YABI), Taman Safari Indonesia (TSI), expert teams, veterinary teams, and various conservation partners to ensure the long-term survival of the Javan rhino within a safe and controlled environment.

 

For the first time in UKNP’s conservation history, a Javan rhino named Musofa was successfully translocated to the Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA), still within the UKNP landscape. Musofa entered the pit-trap on 3 November 2025 at 20:15 WIB, marking the beginning of the translocation process. After being transported with his crate across the sea using the Marines’ Kapa K-61 amphibious vehicle and then continuing by land, Musofa arrived safely at the JRSCA holding facility on 5 November 2025 at 18:20 WIB. He was stable and showed good adaptive responses. A veterinary team and rhino keepers provided close observation and medical care from the very first day.

The night of 5 November 2025 marked the beginning of a critical adaptation phase. Every movement Musofa made was closely monitored by medical teams working in eight-hour shifts within the holding area, ensuring uninterrupted 24-hour monitoring. In addition to direct supervision at the facility, Musofa was also observed remotely via CCTV. During this adaptation period, Musofa responded well to the presence of the team. Vital signs and physical condition remained stable with no serious injuries found. He also displayed essential physiological behaviors—urination and defecation—indicating normal bodily function during adjustment. Musofa’s body weight was estimated at around 1.2 tons (1,200 kg). Following the adaptation phase, Musofa was scheduled to move into a larger forested enclosure—20 hectares in size—with a secure monitoring system, allowing him to carry out natural behaviors such as wallowing and exploring the forest.
However, on 7 November 2025 at 13:00 WIB, Musofa experienced a decline in clinical condition. The medical team immediately carried out emergency intervention following wildlife rescue standards. Despite all efforts made to save him, we must sadly report that Musofa could not be saved and passed away later that afternoon. In the midst of this major journey to secure the future of the Javan rhino, we lost Musofa. His passing brought deep sorrow to all of us, especially the field teams who accompanied him throughout every step of the translocation.

A necropsy was conducted by the pathology team from the School of Veterinary Medicine and Biomedical Sciences (SKHB), IPB University to determine the cause of death. The examination revealed chronic conditions affecting the stomach, intestines, and brain; a significant parasitic infection; and signs of tissue degeneration. Old wounds from natural fighting behavior were also found—contributing factors, though not the primary cause.

 

Although we are devastated by Musofa’s passing, we recognize that this is a real and inherent risk in working with wildlife. Yet Musofa’s journey provides invaluable lessons for shaping the next strategic steps in Javan rhino conservation, including:

•Strengthening early detection of diseases and parasites in Javan rhinos.

•Improving the management of natural and controlled habitats that shape population health.

•Enhancing standards of Javan rhino healthcare and monitoring.

 

Through these lessons, Musofa remains an important part of the ongoing efforts to save his species.

After the necropsy, Musofa’s important biological materials—such as his skeleton, skin, horn, and genetic samples—were preserved at IPB University. Even in death, Musofa becomes a vital key for future research and conservation of the Javan rhino. This is invaluable for ensuring the species survives for future generations. Rest in Peace, Musofa. We grieve, yet we remain hopeful. Every insight from the journey we shared with Musofa brings us one step closer to saving the Javan rhino—a species found only in Indonesia. If you care about the future of other “Musofas” in Ujung Kulon National Park, your support—no matter how small—will help protect the Javan rhino from extinction. We must ensure they are never left behind without a fight.

 

Yayasan Badak Indonesia (YABI) expresses its deepest gratitude and appreciation to Taman Safari Indonesia and Wilhelma Zoo (Germany) for their tangible support and contributions to this Javan rhino conservation program. Their support plays a crucial role in sustaining efforts to protect one of the rarest species in the world.

Source:
https://www.kehutanan.go.id/news/kementerian-kehutanan-sampaikan-penjelasan-resmi-terkait-musofa-badak-jawa-hasil-translokasi-wafat-akibat-penyakit-kronis-bawaan
https://tnujungkulon.ksdae.kehutanan.go.id/berita/detail/335
Menu