Menengok Upaya Masyarakat Menyediakan Pakan Badak di Restorasi Rawa Kidang

LAMPUNG. Tidak sampai dua kilometer di belakang kantor SPTN Wilayah III Kuala Penet, Taman Nasional Way Kambas, Lampung, terdapat satu rumah panggung berbahan kayu yang dikelilingi oleh hamparan lahan berisi tanaman-tanaman berusia kurang lebih satu tahun. Tongkat-tongkat bambu seukuran setengah meter menjadi penanda bagi tiap-tiap tanaman yang baru saja ditanam. Semakin mendekati rumah panggung kayu, tanaman yang ada terlihat semakin besar karena sudah ditanam terlebih dahulu.

Rumah kayu ini merupakan pos restorasi Rawa Kidang. Berbagai macam tanaman yang tumbuh subur mengelilinginya adalah jenis-jenis tanaman yang merupakan kesukaan badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis)

Pos Restorasi Rawa Kidang
Pos Restorasi Rawa Kidang

Menanam Pakan Badak Bersama Kelompok Tani Hutan Rahayu Jaya

“Ini ara lebar (Ficus elastica), tanaman yang paling disukai badak,” Sunandar menunjuk satu tanaman berdaun lebar. Sunandar merupakan sekretaris Kelompok Tani Hutan (KTH) Rahayu Jaya. Mereka merupakan kelompok masyarakat yang kini mengelola kawasan restorasi Rawa Kidang.

Mulanya, KTH Rahayu Jaya hanya beranggotakan 20 orang. Setelah satu tahun berjalan, kini anggota mereka naik lebih dari dua kali lipat. Sebanyak 56 anggota dengan 10 anggota diantaranya merupakan wanita tercatat menjadi anggota aktif. 56 orang tersebut merupakan warga Dusun Margahayu. Satu-satunya dusun di Desa Labuhan Ratu VII yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Way Kambas.

Dikelolanya area restorasi Rawa Kidang bermula dari pembentukan KTH Rahayu Jaya pada 28 Januari 2020. Di bulan berikutnya, Februari 2020, mereka melakukan penanaman pertama di kawasan ini. Sayangnya, saat itu tidak dilakukan penjagaan pasca penanaman, sehingga tidak sedikit tanaman yang rusak akibat didatangi gajah liar. Akhirnya di bulan Mei 2020, KTH Rahayu Jaya mendapatkan pendanaan dari IRF (International Rhino Foundation) melalui Yayasan Badak Indonesia (YABI) untuk membangun pos penjagaan.

“Sekitar akhir Juni atau awal Juli 2020, area restorasi Rawa Kidang akhirnya mulai dijaga. Waktu Pak Wir (Ir. Wiratno, dirjen KSDAE, KLHK) sama Pak Widodo (Widodo Ramono, Direktur Eksekutif YABI saat itu) melakukan penanaman tanggal 20 Juni 2020, kami semua sedang proses pembangunan pos,” kenang Rusdianto, salah satu penyuluh Taman Nasional Way Kambas yang bertugas untuk Desa Labuhan Ratu VII. Para anggota KTH Rahayu Jaya kerap memanggilnya “korlap” akibat semangatnya yang begitu besar dalam mendampingi KTH.

Sejak pos penjagaan dibangun, ancaman terhadap tanaman pakan badak di sekitar pos Rawa Kidang dapat diminimalisir. Kini, sudah lebih dari 50 jenis tanaman yang berhasil mereka tanam di area restorasi Rawa Kidang.

Daftar Tanaman
Daftar Nama Tanaman yang Ditanam di Restorasi Rawa Kidang

Sebagai kelompok yang mendapat kesempatan untuk mengelola lahan berdasarkan Perdirjen nomor 6 tahun 2018 tentang skema kemitraan konservasi di zona rehabilitasi, KTH Rahayu Jaya aktif dalam berbagai proses restorasi, mulai dari pembibitan, penanaman, hingga penjagaan tanaman. Di tahap pembibitan, anggota KTH Rahayu Jaya memiliki lahan untuk tempat melakukan pembibitan yang letaknya ada di desa.

Pada tahap penanaman, mereka pula yang mendampingi orang-orang hingga instansi yang hendak melakukan adopsi pohon. Mereka akan bersemangat menunjukkan di mana letak pohon yang ditanam oleh tokoh tertentu dan di waktu tertentu.

Selanjutnya, proses merawat dan menjaga tanaman-tanaman agar tetap sehat dan aman juga merupakan tugas sehari-hari anggota KTH Rahayu Jaya. Setiap harinya, ada sekitar 4-6 orang yang berjaga di pos Rawa Kidang, terdiri dari anggota KTH Rahayu Jaya dan seorang polisi hutan (polhut). Jumlah orang yang berjaga akan lebih banyak ketika ada informasi rombongan gajah yang mendekat.

Menyiram Bibit Pakan Badak
Salah Satu Anggota KTH Menyiram Bibit Tanaman Pakan Badak

Total luasan area rehabilitasi yang dikelola oleh KTH Rahayu Jaya mencapai 50 hektar. Setiap tahunnya mereka menargetkan 10 hektar lahan ditanami, sehingga total luasan 50 hektar tersebut dapat ditanami sepenuhnya dalam waktu 5 tahun.

“Harapannya, dua sampai tiga tahun setelah berdirinya area restorasi ini, kami bisa rutin membantu memenuhi pakan badak yang ada di SRS (Sumatran Rhino Sanctuary) sana,” ucap Rusdianto.

Restotasi Rawa Kidang sebagai Arena Belajar

Tidak hanya menitikberatkan keberadaan area restorasi Rawa Kidang untuk badak semata, Rusdianto juga mendorong kawasan ini sebagai pusat pendidikan baik untuk wisatawan maupun masyarakat sekitar. Di ranah wisata, KTH Rahayu Jaya tengah bekerjasama dengan pokdarwis (kelompok sadar wisata) Desa Labuhan Ratu VII. Di dalam skema yang mereka buat, pos restorasi Rawa Kidang merupakan salah satu destinasi yang nantinya dapat dikunjungi oleh wisatawan.

“Sudah ada sekitar 30 jenis burung yang berhasil kami identifikasi. Kijang dan tapir juga mulai mendekat ke area restorasi. Ya semoga tempat ini nanti tidak hanya menjadi area untuk menyediakan pakan badak, tapi juga tempat di mana rantai makanan bekerja,” jelas Rusdianto. Dengan bangga ia kemudian menunjuk Sunandar yang cukup aktif untuk mengidentifikasi jenis-jenis burung yang beterbangan mengelilingi pos Rawa Kidang.

Jika keberadaan burung dapat dilihat dan didengar kicauannya di sekitar pos –terutama di pagi hari– maka tanda-tanda keberadaan binatang lain seperti tapir terlihat dari jejak kaki yang ditinggalkan di sekitar pos. Sedangkan kijang, suaranya kerap terdengar jika mereka mulai mendekat. “Koyo’ wong mbengok (seperti orang teriak),” ucap salah satu anggota KTH ketika mendeskripsikan suara kijang yang pernah didengar.

Kini, selain menjadi area yang lebih hijau dari sebelumnya, kawasan restorasi Rawa Kidang mulai didatangi berbagai jenis binatang lain. Kebakaran hutan yang juga kerap menjadi tamu langganan setiap tahunnya, kini sudah tidak pernah datang lagi sejak dilakukan penanaman dan penjagaan secara rutin.

“Walau mungkin belum bisa dilihat lewat data tingkat perburuan, tapi adanya masyarakat yang kini ikut berjaga di sini juga bisa lebih meminimalisir adanya pemburu yang masuk,” ungkap Rusdianto. Dari dua akses masuk TN Way Kambas yang dimulai dari plang ijo sampai Margahayu, setidaknya terdapat 16 jalan tikus yang bisa digunakan oleh orang-orang yang hendak masuk kawasan taman nasional, termasuk para pemburu liar.

Harapannya, penjagaan rutin yang dilakukan di pos Rawa Kidang juga dapat menurunkan laju mereka yang masuk ke dalam kawasan taman nasional lewat jalan-jalan tikus ini.

Kegiatan KTH Rahayu Jaya yang setiap malam melakukan penjagaan di pos restorasi Rawa Kidang, sedikit banyak telah membawa dampak baik di beberapa hal, mulai dari percepatan restorasi lahan, menurunnya kebakaran, meminimalisir perburuan liar, hingga menjadi rumah baru bagi berbagai jenis burung. Selain membawa dampak untuk kawasan, peningkatan kapasitas SDM masyarakat yang terlibat di dalamnya juga harus menjadi hal yang penting untuk digaris bawahi.

No results found.
Menu