BOGOR, Pada hari Badak Sedunia tahun ini, Direktur Jenderal KSDAE, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ir. Wiratno, M.Sc mengakui penyelamatan badak rumit, sehingga tidak bisa dilaksanakan sendiri, “Kita perlu bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak dan lembaga.”
Setiap tahun di tanggal 22 September diperingati sebagai Hari Badak Sedunia atau World Rhino Day. Di hari badak tahun 2021 ini Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan dukungan Yayasan Badak Indonesia YABI, Forum Konservasi Leuser FKL, dan ALeRT menggelar webinar bertajuk “Penyelamatan Badak Jawa dan Badak Sumatera.”
Webinar perayaan hari badak yang jatuh di hari Rabu, 22 September 2021 tersebut menghadirkan 10 pembicara dan seorang pembicara kunci yang terlibat dalam upaya penyelamatan badak jawa (Rhinoceros sondaicus) dan badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) sesuai dengan bidang masing-masing.
Minat masyarakat sangat tinggi, ditandai dengan terpenuhinya kapasitas maksimal 300 peserta, karena menghadirkan 10 narasumber kelas berat seperti drh. Indra Eksploitasia (Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati), Hasballah M. Thaib (Bupati Aceh Timur), Ir. Anggodo (Kepala Balai TN Ujung Kulon), Prof Arief Boediono (Pengurus Asosiasi Reproduksi Hewan Indonesia), Samedi (Direktur Program TFCA Sumatera), Arief Rubianto (Direktur Eksekutif Aliansi Lestari Rimba Terpadu), drh. Zulfi Arsan (Suaka Rhino Sumatera TN Way Kambas), Rudi Putra (Forum Konservasi Leuser), M. Syamsudin (Balai TN Ujung Kulon), dan Sunandar (Kelompok Tani Hutan Rahayu Jaya, TN Way Kambas).
Apalagi acara ini menghadirkan moderator Dr. Yulia Rahma Fitriana, pengajar Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
Pentingnya Kerja Sama Seluruh Pihak
Di awal acara, Ir. Wiratno selaku Direktur Jenderal KSDAE, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan hadir menjadi pembicara kunci.
Tidak hanya mengungkapkan pentingnya bantuan dan kerja sama dalam penyelamatan Badak Jawa dan Badak Sumatera, tak lupa Dirjen KSDAE menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada tim di lapangan yang menjadi garda terdepan dalam upaya penyelamatan badak, seperti tim trajectory dan SMART-Patrol.
Drh. Indra Exploitasia menjadi pembicara pertama setelah Ir. Wiratno. Di dalam pemaparannya, Direktur KKH ini menjelaskan bagaimana upaya pemerintah menyelamatkan populasi dan habitat dua jenis badak di Indonesia melalui kebijakan.
Dalam upaya konservasi badak jawa, pemerintah melakukan pembangunan Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA) yang diproyeksikan menjadi lokasi penelitian untuk memilih individu terbaik yang nantinya akan ditranslokasikan ke habitat kedua.
Lokasi JRSCA sendiri berada di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Provinsi Banten. Ir. Anggodo selaku Kepala Balai TNUK dan M. Syamsudin selaku Kepala Urusan Pengawetan, Pemanfaatan, dan Pelayanan TNUK, menceritakan bagaimana upaya konservasi badak jawa di TN Ujung Kulon.
Pembangunan JRSCA bersama dengan analisis genetika badak jawa dan pengembangan real time monitoring merupakan tiga rencana strategis dalam upaya konservasi badak jawa di TNUK.
Menurut hasil monitoring sampai bulan Agustus 2021, saat ini terdapat 75 ekor badak jawa di TNUK. Ir. Anggodo menyebutkan, kini badak jawa hanya terkumpul di Semenanjung Ujung Kulon.
Rencana Aksi Darurat Penyelamatan Badak Sumatera
Terkait dengan upaya konservasi untuk badak sumatera, pemerintah melalui Kementerian LHK menetapkan Rencana Aksi Darurat (RAD) Badak Sumatera untuk penyelamatan badak sumatera, baik yang terdapat di Sumatera maupun di Kalimantan. Badak sumatera merupakan spesies badak paling terancam di dunia.
Di dalam proses melaksanakan RAD Badak Sumatera, Arief Rubianto, direktur eksekutif Aliansi Lestari Rimba Terpadu (ALeRT), menyebutkan setidaknya terdapat tujuh tahapan dalam melakukan penyelamatan badak.
“Tahapan pertama adalah sosialisasi dan kesepakatan para pihak,” jelasnya. Ketika pihak-pihak terkait bersepakat, barulah kemudian memasuki tahapan selanjutnya seperti; perumusan rencana penyelamatan, persiapan komponen pendukung (SOP, perijinan, personel, peralatan, dsb), survai lacak badak (trajectory), pembuatan peralatan translokasi badak (pit-rap, BOMA, kendang angkut, dsb), perawatan badak dalam BOMA sementara, dan yang terakhir adalah pemindahan badak ke Suaka Rhino Sumatera (SRS).
Sebagai bagian penting dari proses penyelamatan badak, Suaka Rhino Sumatera pun akhirnya menjadi fokus pemerintah. Baik itu pengembangan SRS di TN Way Kambas, maupun SRS di Kabupaten Aceh Timur yang kini sedang dalam proses pembangunan.
SRS TN Way Kambas kini ditempati oleh tujuh ekor badak sumatera. Drh. Zulfi Arsan selaku lead senior veterinarian SRS TN Way Kambas menjelaskan, SRS sebagai kawasan perlindungan badak semi in-situ menyediakan sekitar 2 X 10 hektar hutan untuk setiap satu ekor badak sumatera. Badak sumatera di sana hidup dalam habitat alami hampir 24 jam sehari.
Tujuh ekor badak sumatera yang terdiri dari tiga jantan dan empat betina itu setiap hari menjalani pemeriksaan fisik untuk memastikan kondisi badak agar tetap sehat dan dapat segera ditangani ketika mengalami gangguan kesehatan.
Salah satu yang menjadi ancaman kepunahan badak sumatera adalah laju perkembangbiakan mereka yang rendah. Sebagai bagian dari program pengembangbiakan, USG rutin dilakukan untuk mengetahui kesiapan betina yang sudah masuk masa produktif. Upaya pengembangbiakan lain yang saat ini sedang dicoba adalah inseminasi buatan dan koleksi semen dari badak jantan dengan elektroejakulator.
Di sisi lain, Profesor Arief Boediono menyebutkan jika salah satu tujuan penyelamatan badak di Indonesia adalah meningkatkan populasi. Hal yang paling ideal memang dengan cara konvensional, yakni kawin alami. Namun, dengan adanya berbagai penyakit yang mengintai dan keterbatasan lahan, bioteknologi reproduksi (stimulasi hormon dan inseminasi buatan) kemudian mulai digunakan.
Jika belum optimal, menurut Profesor Arief, kita harus berpikir cara lain sebelum semuanya terlambat. Salah satunya dengan Assisted Reproductive Technology (ART). Cara ini sudah mulai melibatkan sel telur dan embrio. Pada penerapannya, ART dapat berupa fertilisasi in vitro (FIV), Intracytoplasmic Sperm Injection (ICSI), transfer embrio (TE), kriopreservasi (pembekuan) embrio, serta teknologi terkait seperti Clone.
“ART perlu segera diaplikasikan sebagai upaya penyelamatan badak sumatera,” ungkap Profesor Arief. Menurutnya, kita harus berjalan secara paralel dan sudah seharusnya menyiapkan kondisi-kondisi tertentu.
“Mumpung kita masih punya jantan yang sehat. Jangan menunggu hewan terlanjur tua atau mati lalu kita baru bertindak,” tutupnya.
Kisah Penyelamatan Badak dari Ekosistem Leuser
Lain cerita dengan SRS di Aceh Timur. Di daerah yang masuk ke dalam bentang Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) ini, SRS sedang dalam proses pembangunan.
Bupati Kabupaten Aceh Timur, Hasballah M. Thaib menjelaskan bahwa kini masyarakat dan jajaran pemerintah mulai dari kepala desa hingga pemerintah kabupaten tengah bersinergi dalam mendukung pembangunan SRS di Aceh Timur.
“Saya setiap hari memonitor proses pembangunan. Mudah-mudahan jika sudah jadi nanti (re: SRS) badak menjadi lebih banyak, bisa naik populasinya. Hal itu tentu akan menjadi kebanggan bagi kita semua,” tuturnya. Hasballah berharap pembangunan SRS di Aceh Timur tidak hanya memberikan efek positif terhadap kelestarian alam di Aceh Timur, tetapi juga mampu menjadi salah satu faktor pengembangan ekonomi berkelanjutan di masyarakat.
Selain dukungan pemerintah daerah dan masyarakat, pembangunan SRS di Aceh Timur juga turut didukung oleh lembaga konservasi seperti Forum Konservasi Leuser (FKL). Rudi Putra, penasihat konservasi FKL, menyebutkan jika Kawasan Ekosistem Leuser yang membentang dari Aceh hingga Sumatera Utara merupakan salah satu tempat yang masih tersedia untuk menjadi habitat badak sumatera. Rudi menyebutkan, kini terdapat 30 tim wildlife protection yang menjaga secara langsung Kawasan Ekosistem Leuser dari ancaman seperti pemburu. Masyarakat sekitar turut menjadi bagian dari tim tersebut.
Masyarakat Desa Penyangga Taman Nasional Turun Tangan
Selain menjadi bagian di sektor pengamanan habitat alami badak dari pemburu, masyarakat juga dapat terlibat dalam kegiatan lain seperti merehabilitasi kawasan dengan cara penanaman pakan badak. Hal ini yang tengah dilakukan Sunandar dan kawan-kawannya di Kelompok Tani Hutan Rahayu Jaya. Sunandar dan kelompoknya di Desa Labuhan Ratu 7, salah satu desa penyangga TN Way Kambas, kini ikut mengelola sekitar 50 hektar zona rehabilitasi TN Way Kambas.
Ini menjadi bukti bahwa masyarakat juga dapat menjadi bagian penting dari upaya penyelamatan populasi dan habitat badak di Indonesia.
Sinergi antar pihak dalam upaya penyelamatan badak di Indonesia juga memerlukan dukungan dalam segi pendanaan. Direktur program TFCA Sumatera, Samedi, menjelaskan bahwa setiap pihak wajib untuk berkontribusi mendukung upaya pelestarian badak, termasuk dalam hal pendanaan.
Sebagai lembaga yang memfasilitasi pendanaan hibah bagi program restorasi dan konservasi, TFCA Sumatera, menurut Samedi, hanya bertindak sebagai trigger bagi pihak-pihak lain (swasta, pemda, publik, dan donor) untuk berkontribusi dalam upaya pendanaan yang berkelanjutan. “Kita harus bersama-sama melalukan sesuatu yang impactful untuk lingkungan,” pesan Samedi.
Semua Penting Untuk Terlibat
Dari paparan yang disampaikan oleh para pembicara dalam webinar hari badak sedunia ini kita bisa melihat bahwa semua kalangan dapat ikut serta menyelamatkan populasi dan habitat badak di Indonesia. Dan memang seharusnya begitu. Kerja-kerja konservasi satwa seperti badak memerlukan sinergi dari berbagai pihak, meskipun terkadang kerja-kerja konservasi seperti ini tidak populer di masyarakat umum.
Mengutip kalimat Ir. Wiratno dalam sambutannya, kegiatan yang berkaitan dengan penyelamatan badak merupakan kerja-kerja yang banyak orang tidak tahu. “Kerja kita ini tidak kelihatan, tapi ini merupakan kerja yang mulia karena memastikan badak jawa dan badak sumatera tetap lestari dalam jangka panjang,” ucapnya dengan optimis.
Maka, mari jadikan perayaan Hari Badak Sedunia bukan hanya sebagai seremonial, tetapi juga sebagai momentum dalam memperkuat komitmen bersama untuk kelestarian badak di Indonesia.