Harimau s  Gajah s  pic2  pic  Sumatran Rhinoceros Dicerorhinus sumatrensis Sumatran Rhino Sanctuary, Way Kambas National Park, Indonesia *Critically Endangered *Captive

PERLUASAN SARANA DAN PRASARANA SUAKA RHINO SUMATERA DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS

Taman Nasional Way Kambas (TNWK) merupakan perwakilan ekosistem hutan dataran rendah di Sumatera yang menjadi habitat berbagai macam flora dan fauna. Beberapa diantaranya merupakan jenis yang dilindungi dan menjadi prioritas konservasi, salah satunya adalah badak sumatera. Taman Nasional Way Kambas merupakan salah satu dari kantong populasi badak sumatera yang masih tersisa di Sumatera dan terus diupayakan agar tetap ada dan berkembang.

ratu

Kondisi badak sumatera di dunia sudah sangat terancam punah dan badan dunia untuk konservasi kehidupan liar IUCN telah mengkategorikan badak sumatera ke dalam kategori ‘critically endangered’ sejak tahun 1996. Hal tersebut dikarenakan dalam kurun waktu 20 tahun (1974 – 1993) telah terjadi penurunan populasi badak sumatera di dunia sebesar 50% (PHVA, 1993). Penurunan jumlah populasi badak terjadi akibat perburuan liar dan perubahan fungsi hutan sebagai habitat badak menjadi fungsi lain akibat perambahan, illegal logging, dan lain-lain yang sampai dengan saat ini masih menjadi ancaman bagi badak sumatera yang tersisa. Bahkan kini jumlah populasi badak sumatera menurut PVA 2015 berjumlah tidak lebih dari 100 individu tersebar pada habitat yang terpecah-pecah dan terisolasi di tiga taman nasional yaitu Taman Nasional Way Kambas, TN. Bukit Barisan Selatan, dan Ekosistem Leuser (TNGL).

pic3
Grafik Hasil PVA 2015

Lebih jauh PVA 2015 menyatakan bahwa tingkat kepunahan akan meningkat pada populasi badak dengan jumlah individu kurang dari 15 individu akibat adanya dampak gabungan dari keacakan demografi, lingkungan dan genetik, populasi badak antara 15-40 individu akan sangat bergantung dari kemampuan badak betina untuk berkembangbiak, sedangkan populasi badak lebih dari 40 individu akan memiliki ketahanan yang lebih baik untuk periode tertentu selama tidak ada ancaman dari manusia (Miller et al., 2015). Oleh karena itu tindakan segera yang direkomendasikan dalam PVA 2015 adalah penggabungan atau ‘konsolidasi’ populasi-populasi badak sumatera yang kecil menjadi populasi yang lebih besar dalam sebuah habitat yang aman sehingga dapat meningkatkan kesempatan untuk dapat berkembangbiak.

Pemodelan Populasi Badak Sumatera Dalam Penangkaran oleh Andrea Putnam, PhD dari Kebun Binatang San Diego pada tahun 2013, menyimpulkan bahwa permasalahan reproduksi yang terlihat pada badak-badak sumatera yang ada saat ini di penangkaran (SRS & BORA, Sabah/Malaysia), ada kemungkinan 85% – 98% bahwa populasi badak-badak tersebut akan punah dalam kurun waktu 50 tahun jika tidak ada penambahan badak lain dari luar penangkaran terlepas dari apakah populasi badak-badak tersebut dikelola sebagai 2 populasi terpisah atau sebagai satu populasi yang dikelola secara global tanpa adanya hambatan dalam perpindahan (transfer/translokasi).

Pada tahun 2014 Pemerintah Indonesia menargetkan peningkatan jumlah populasi 16 jenis satwa terancam punah di habitatnya termasuk badak sumatera sebesar 3%. Oleh karena itu upaya penambahan populasi ini telah dipadukan dengan program penangkaran semi in-situ di Suaka Rhino Sumatera (SRS). SRS yang dibangun pada tahun 1998 dengan luasan 100 ha dengan kapasitas untuk 5 individu badak, saat ini sudah tidak memadai disebabkan dengan penambahan kelahiran dua anak badak, Andatu (2013) dan Delila (2016). Selain itu, empat individu badak yang ada di SRS satu sama lainnya memiliki kekerabatan genetik yang saling berdekatan yang berpotensi terjadinya perkawinan sedarah. Hal tersebut akan membahayakan bagi populasi badak. Sarana penting lainnya dinilai belum optimal seperti laboratorium dan pusat informasi. Hal tersebut melatar belakangi perlunya perluasan sarana dan prasarana SRS.

Berdasarkan tahapan-tahapan yang telah dilalui, pada 27 September 2016, ditetapkan areal SRS yang akan dikembangkan seluas 250 Ha berdasarkan SK Dirjen KSDAE No. SK.307/KSDAE/SET/KUM.0/9/2016. Selanjutnya dilakukan pembentukan tim, pembuatan DED yang telah disahkan oleh Sekjen KLHK pada 6 Januari 2017, dan pelelangan pekerjaan. Perluasan sarana dan infrastruktur SRS pun telah mulai berjalan sejak pembukaan area pertama pada 5 April 2017.

Menu